Minggu, 20 Desember 2015

DIBAWAH LANGIT ISTANBUL

Tanggapan Novel
“Saya sangat kagum dengan tulisan CHEN. Novel ini sangat dramatis, menyentuh sisi kemanusiaan dan sangat religious. Pembelajaran untuk orangtua agar tidak mudah mengekang rasa cinta dengan alasan Ras dan status sosial”.
Salam takzim. Professor Dr.H.Juntika Nurihsan

Endorsement Novel
“Novel ini menyadarkan kita bahwa kesuksesan tidak ditentukan oleh kekayaan dan status namun berkat keyakinan pada Allah, bahasanya segar dan membakar semangat. Patut dibaca pendidik, orang tua dan remaja.” Asep Effendi R Universitas Sangga Buana YPKP Bandung.


SINOPSIS


Seorang pemuda biasa bernama Taufik Ahmad. Keseharian sewaktu duduk di bangku sekolah SMP dan SMA berjualan jagung rebus dikerata Api dan jangung bakar dikomplek perumahan. Serta sebagai kuli bangunan dan tukang cuci piring kini hidupnya telah berubah berkat pertolongan Allah SWT dan kerja keras, kerja cerdas dan bermental kuat.
Pemuda itu kini telah menamatkan studi strata 1 di Universitas Pendidikan Indonesia. Kemudian melanjutkan studi strata dua di Univesitas Islam Negeri Bandung. Sewaktu Taufik melanjutkan studi S2, ia menulis buku “The Interpretation of Symbols in Islamic Perspective”.
Respon masyarakat dan akademisi akan buku tersebut sangat besar. Hingga akhirnya buku tersebut dibedah di Universitas Indonesia. Sewaktu dibedah di Universitas Indonesia ada salah seorang peserta berkebangsaan Turki yaitu Professor Arthur el-Barkhan yang ikut serta dalam acara tersebut. Keikutsertaan beliau dikarenakan sangat tertarik dengan bahasan buku yang mengulas tentang perpaduan symbol islam dan eropa terutama symbol bulan dan bintang.
Sepuluh bulan kemudian Professor Arthur el-Barkhan merekomendasikan Taufik untuk mendapatkan beasiswa penelitian dari United Islamic Culture Foundation selama empat bulan. Serta beliau lah yang menterjemahkan dan menerbitkan buku karya Taufik kepenerbit Azize Publishing. Selama proses penelitian Taufik jatuh cinta dengan seorang gadis bernama Deliana Aisyah Putri. Seorang mahasiswi Universitas Istambul berkebangsaan Indonesia.
Rasa cinta yang membuncah, mendorong keduanya untuk melangsungkan ikatan pernikahan. Namun impian keduanya harus terhenti ditengah jalan dikarenakan orang tua Deliana Aisyah Putri menolak pinangan Taufik dengan alasan Taufik berdarah Palembang atau Sumatera, serta keturunan keluarga biasa dan penghasilan Taufik yang belum berkecukupan dikarenakan baru memulai karir.

Taufik berjuang untuk meyakinkan kedua orangtua Deliana. Namun upaya tidak berhasil, malah sebaliknya Deliana menikah dengan pria lain.

Jumat, 04 Desember 2015

732 THE LAST KNIGHT




Setelah Rasulullah saw. wafat, Islam menyebar dalam spektrum yang luas. Tiga benua lama -Asia, Afrika, dan Eropa-pernah merasakan rahmat dan keadilan dalam naungan pemerintahan Islam. Tidak terkecuali Spanyol (Andalusia) dan Perancis. Ini negeri di daratan Eropa yang pertama kali masuk dalam pelukan Islam di zaman Pemerintahan Kekhalifahan Bani Umaiyah.

Fokus novel ini akan menceritakan Abdurrahman al-Gafiqi. Perjalanan hidupnya dikemas dalam Novel Sejarah Fiksi, namun tetap menjaga kemurniaan alur cerita sejarah dan menjaga sosok pribadinya.
Selamat membaca.

DESKRIPSI BUKU
Penulis : CHEN 
Halaman : 200
Cover : Softcover

HARGA JUAL
Harga Rp.55.000


SINOPSIS BUKU

Judul:
732 The Last Knight

 


Dikota Andalus hiduplah seorang pemuda yang sangat shaleh dan berilmu. Dia memiliki wawasan begitu luas dan pikirannya terbuka untuk banyak hal. Dia seorang generasi tabi’in dan pernah berguru kepada sahabat Rasulullah, Umar bin Khatab r.a. Beliau bernama Abdurrahman al-Gafiqi.
Selama hidupnya hanya dipersembahkan untuk Islam dan kaum muslimin. Kepemimpinannya baik dan adil membuatnya disukai bawahan yang dipimpin. Dalam membagi pampasan perang, ia lebih mendahulukan kepentingan anggota pasukan daripada kepentingan sendiri. Ia juga pemimpin saleh.
Ia sangat waspada terhadap potensi konflik internal  dan pemberontakan di Andalusia serta terhadap kemungkinan ancaman dari Utara. Karena itu, ia segera mengirim pasukan ke Utara menyeberangi pegunungan Pyrenees untuk memerangi salah satu gubernurnya di Perancis Selatan, Uthman ibn Abi Nis’ah, yang menentang kepemimpinannya dan bersekutu dengan penguasa Kristen di wilayah itu, yaitu Eudo, Duke of Acquitaine.
Pasukan yang dikirim al-Ghafiqi berhasil menumpas perlawanan Ibn Abi Nis’ah. Al-ghafiqi sendiri kemudian menyusul ke Utara dengan pasukan yang kuat untuk menghadapi ancaman Duke Eudo dan pasukannya. Al-Ghafiqi memasuki wilayah Perancis di musim semi 732M (114H), kurang lebih satu tahun setelah diangkat menjadi Wali Andalusia. Satu persatu wilayah Acquitaine diduduki pasukannya. Eudo berusaha menahan pasukan al-Ghafiqi di tepi Sungai Dordogne. Namun dalam pertempuran ini Eudo menderita kekalahan telak dan banyak anggota pasukannya mati di pertempuran itu. Al-Ghafiqi mengejar Eudo hingga ke ibukota kerajaannya di Burdal, Bordeaux, yang segera takluk setelah pengepungan singkat.
Seluruh Acquitaine kemudian jatuh ke tangan Muslim. Sementara Eudo sendiri melarikan diri ke Utara, pasukan Muslim mulai memasuki wilayah Burgundi dan menaklukkan kota-kota seperti Lyon dan Besancon.
Sebagian pasukan Muslim bahkan berhasil mencapai Sens yang terletak hanya seratus mil saja dari Paris. Pasukan al-Ghafiqi kemudian bergerak ke arah Barat hingga ke tepi Sungai Loire. Dari sana mereka bersiap untuk ke Utara menuju pusat Kerajaan Frank (Perancis).
Kerajaan Frank ketika itu dalam masa transisi antara Dinasti Merovingian dan Dinasti Carolingian. Walaupun secara resmi masih dipimpin oleh seorang raja Merovingian yang sudah tidak memiliki kekuasaan riil, tapi secara efektif dikendalikan Charles Martel. Kerajaan Frank pada masa itu, dan pada abad-abad setelahnya, dapat dikatakan sebagai kerajaan terkuat di Eropa Barat dan sekutu paling setia dari kepausan Katholik Roma. Begitu melihat gerakan pasukan Islam semakin berbahaya, Charles Martel menghimpun pasukannya. Eudo sendiri, yang merupakan saingan Charles Martel dan selalu berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat, kini datang meminta bantuan pada Charles Martel. Charles menyetujuinya dengan syarat Eudo harus loyal kepadanya.
Sementara itu, Pasukan Muslim telah mencapai daerah diantara Poitiers dan Tours. Mereka menyerang dan menguasai kedua kota itu. Tidak lama setelah itu, di wilayah antara Poitiers dan Tours, pasukan Muslim mulai berhadapan dengan pasukan Frank yang dipimpin oleh Charles Martel. Laporan tentang jumlah pasukan Muslim beragam, 20.000. Sementara jumlah pasukan Frank lebih besar. Pasukan Frank kebanyakannya merupakan pasukan irregular, nyaris telanjang, dengan rambut ikal tergerai hingga ke bahu, serta mengenakan kulit serigala.
Pasukan yang dibawa al-Ghafiqi saat itu merupakan pasukan terkuat dan terbesar yang pernah dibawa ke Perancis. Namun jumlahnya sudah agak berkurang setelah melalui berbagai pertempuran. Pada saat itu mereka juga menghadapi ujian serius: harta! Sepanjang penaklukan berbagai kota di Perancis, pasukan Muslim berhasil mengumpulkan banyak pampasan perang. Harta itu bisa menjadi kekuatan ekonomi bagi Muslim selepas perang. Tapi masalahnya perang belum selesai. Dan kini mereka justru sedang dihadapkan dengan kekuatan inti lawan.
Al-Ghafiqi mulai mencemaskan keberadaan pampasan perang yang ada di tangan pasukannya. Ia khawatir perhatian pasukannya terpecah antara menghadapi musuh dan menjaga harta pampasan agar tidak jatuh ke tangan musuh. Ia meminta agar sebagian pampasan itu ditinggalkan saja, tapi ia tak mampu memaksakan hal ini karena, khawatir anggota pasukan akan menentangnya di saat yang cukup genting tersebut.
Kedua pasukan tidak langsung bertempur. Mereka saling mengawasi selama kurang lebih seminggu. Kesempatan ini digunakan oleh pasukan Muslim untuk mengamankan harta yang telah mereka kumpulkan agak jauh ke Selatan. Akhirnya pertempuran bermula pada tanggal 12 atau 13 Oktober 732 (Sha’ban 114). Selama 7-8 hari berikutnya kedua pasukan terlibat pertempuran kecil. Hari ke-9 mereka memasuki pertempuran besar melibatkan seluruh pasukan hingga malam tanpa ada pihak yang menang.
Pada hari kesepuluh kedua belah pihak saling menyerang lebih keras lagi. Kubu Perancis memperlihatkan strategi pertahanan yang kokoh dan menyulitkan kaum Muslimin untuk menyerang. Enan menyebutkan bahwa pasukan Perancis pada akhirnya mulai kelelahan dan tanda-tanda kemenangan mulai berpihak kepada pasukan Muslim. Tapi sayangnya banyak di antara anggota pasukan Muslim yang terlalu khawatir akan jatuhnya pampasan perang ke tangan musuh. Sehingga ketika mereka mendengar seruan dari tempat penjagaan harta bahwa musuh mulai melakukan penetrasi ke tempat itu, konsentrasi pasukan Muslim menjadi terpecah. Banyak di antara mereka yang meninggalkan tempatnya dan menuju tempat harta pampasan perang berada. Hal ini menimbulkan kekacauan di dalam barisan Muslim dan membuka peluang bagi musuh.
Al-Ghafiqi berusaha mengembalikan pasukannya pada posisi semula. Tapi terlambat. Dalam keadaan yang tidak menentu, ia terkena anak panah musuh. Ia terjatuh dari kudanya dan mati syahid. Keadaan semakin kacau dan musuh berhasil mendesak pasukan Muslim. Walaupun mendapat pukulan bertubi-tubi dan banyak korban gugur, kaum Muslimin masih bisa mempertahankan posisinya hingga pertempuran dihentikan pada hari itu. Kedua belah pihak kembali ke posisi masing-masing dan bersiap-siap menyongsong pertempuran baru keesokan harinya. Namun pasukan Muslim tidak bersiap menyongsong pertempuran baru. Mereka menyadari kekalahan dan pemimpin mereka sudah gugur. Secara diam-diam mereka mundur pada malam harinya,  meninggalkan semua pampasan perang yang sejak awal berusaha mereka jaga.
Esok paginya pasukan Frank heran dengan kesunyian di kubu Muslim. Mereka pun menyadari bahwa lawan mereka sudah pergi meninggalkan pertempuran. Charles Martel dan pasukannya merasa cukup dengan hasil pertempuran itu dan tidak merasa perlu untuk mengejar pasukan Muslim. Mereka mengambil harta rampasan perang yang ditinggalkan pasukan Muslim dan kembali pulang .